Topi,
dasi dan baju rapi. Seperangkat aksesori yang harus ku kenakan tiap senin tiba.
Upacara bendera. Satu ritual rutin yang sebenarnya ingin sekali kuhilangkan.
Hanya satu hal yang selalu membuat semangat mengikuti ritual rutin itu, seorang
teman. Yah seorang teman. Aku memang masih kelas 2 SMP, namun sepertinya ada
sesuatu yang berbeda ketika aku berinteraksi dengan gadis itu. Tya namanya.
Mungkin inilah yang orang bilang tentang cinta
monyet. Tak peduli apa yang orang katakan, buat ku cinta ya cinta, monyet
ya monyet, aku kan manusia.
Seharusnya orang-orang dewasa itu membuat kosakata cinta manusia bukan cinta monyet. Oh iya, gadis itu satu kelas dengan ku. Jujur dia memang tidak cantik, tapi dia manis, pintar dan baik hati. Dia berteman dengan ku apa adanya. Aku dan dia sering berdiskusi, membicarakan semua hal yang sangat seru saat itu.
Seharusnya orang-orang dewasa itu membuat kosakata cinta manusia bukan cinta monyet. Oh iya, gadis itu satu kelas dengan ku. Jujur dia memang tidak cantik, tapi dia manis, pintar dan baik hati. Dia berteman dengan ku apa adanya. Aku dan dia sering berdiskusi, membicarakan semua hal yang sangat seru saat itu.
Namun
tidak seperti teman laki-laki ku yang lain, aku tidak punya keberanian untuk
mengungkapkannya. Ku simpan rasa itu dalam-dalam. Walaupun masih kelas 2 SMP
aku tahu bahwa pacaran itu tidak boleh, aku mengetahuinya dari ayah ku dan guru
agama ku.
Sampai
saat kenaikan kelas aku dan gadis itu masih berteman baik. Tapi sampai tiba
waktu kenaikan kelas tiga, hati ku merasa gundah. Apa aku bisa satu kelas lagi
dengannya? Entahlah. Satu pikiran nakal ku berkelebat. Kenapa tak kuminta ayah
ku untuk tempatkan aku di kelas yang sama dengan Tya? Kebetulan ayahku punya
jabatan penting dalam sekolah itu. Namun, ternyata logika dan malaikat baik ku
masih menjaga ku untuk tidak bertindak seperti itu.
*
Hari
pertama tahun ajaran baru pun datang. Upacara senin ini sangat ramai. Tentang
cerita liburan masing-masing. Tetapi hatiku benar – benar diliputi keresahan,
kepalaku tengak-tengok ke sana ke mari mencari di mana Tya.
“nyari
apa di? Ehem kemana aja liburan kemarin?” Tanya seorang teman dekat ku.
“oh, eh,
emm ga, ga kemana mana..” jawab ku dengan gugup, takut ketahuan sedang mencari
seseorang. Tak lama barisan merapat, dan tahu lah aku kalau Tya ternyata ada di
kelas F sedang aku di kelas E. kecewa, namun setidaknya kelas kami masih
bersebelahan. Jadi kalau ingin main tidak terlalu jauh.
Waktu
berlalu, tak terasa sudah satu semester di kelas tiga terlewati, sedih hati ku
bila mengingat sebentar lagi harus berpisah dan tidah dalam satu SMA yang sama.
Pemikiran itulah yang membuat ku menyatakan rasa suka ku padanya. Ku bilang aku
menyukainya dan layaknya lelaki lain, ku minta dia menjadi pacarku. Namun apa
jawabannya?
“terimakasih
sudah menyukai ku, aku pun menyukai mu, sebagai teman baik.” Begitu dia bilang.
Pupuslah
sudah cinta monyet ku saat itu. Hari
berlalu satu hal yang membuatku bersyukur, bahwa tak ada perubahan dalam
sikapnya terhadap ku. Kami masih berteman baik. Dan kami semakin dekat saja.
Tapi semakin lama perasaan ingin memilikinya semakin kuat terasa, tapi
lagi-lagi harapan ku itupun harus kandas karena suatu ketika dia mengaku bahwa
dia menyukai teman sekelas ku. Dunia seakan berputar. Aku tak menyapanya selama
beberapa hari. Aku begitu sakit hati dengannya.
*
Semua
berubah ketika sore itu guru ngaji ku berkata, “rasulullah bersabda, tak akan
masuk surge orang yang memutuskan tali silaturrahmi dengan saudaranya, jadi
jagalah silaturrahmi kalian dengan teman kalian.”
“tapi
gimana kalau dia udah buat saya sakit hati pak ustad?” terdengar pertanyaan
teman ku dari belakang.
“berusaha
memaafkan, satu hadist menyebutkan bahwa ada seorang sahabat Rasul yang
dijanjikan masuk surga, padahal ibadahnya biasa-biasa saja, ketika sahabat yang
lain menanyakan itu kepada Rasul, Rasul menjawab, ‘ karena sebelum tidur dia
selalu memaafkan semua sahabat-sahabatnya yang sudah berbuat salah kepadanya’”
begitu penjelasan guru ngaji ku. Lalu aku berpikir, aku harus menyapa Tya, dia
bahkan tidak bersalah, aku saja yang terlalu egois. Esoknya
kusapa dia, dan kami pun kembali akrab. Bahkan sampai kelulusan tiba.
**
Hari
senin lagi. Upacara lagi. Di lingkungan yang baru. Yah aku sudah menjadi anak
SMA sekarang. Dan ternyata aku satu sekolah dengan Tya. Hem, sudah tak ada niat
lagi untuk menjadikannya pacar. Akan ku cari perempuan baru di SMA ini. Harus
bisa! Tekad ku di awal tahun ajaran.
Satu
tahun di kelas sepuluh tak membuahkan hasil. Aku masih saja dengan status jomblo ku. Sungguh Tuhan, aku hanya
ingin merasakan apa itu pacaran. Tak bisa kah Kau beri satu kali kesempatan
saja? Please…. Keluh ku suatu hari.
Tapi
sampai kenaikan kelas pun tak kunjung juga ku dapatkan perempuan yang bisa
kujadikan pacar. Sementara hubungan ku dengan Tya masih dibilang baik. Yah,
karena dia sudah punya gank baru layaknya anak-anak SMA, dan pastinya dia lebih
memilih teman-teman perempuannya itu daripada aku.
Senangnya
ketika aku akhirnya masuk program IPA. Dan di kelas baru itu aku bertemu dengan
seorang gadis. Berbeda dari Tya yang tidak berkerudung, gadis baru itu
berkerudung. Manis dan pintar. Kembali aku berkhayal tentangnya. Mau kah dia
menjadi pacar ku? Hemm.. tapi apa mungkin seorang akhwat (panggilan untuk
perempuan dalam islam) mau berpacaran? Lihat saja nanti. Layaknya kelas hari
pertama. Hanya dihabiskan dengan perkenalan guru dan anggota kelas, juga
pemilihan pengurus kelas. Dan aku cukup pemalu untuk tidak mencalonkan atau pun
dicalonkan. Cukup menjadi anggota kelas yang baik saja. Hari perkenalan itu
membuat ku semakin mengenalnya. Satu semester mengenalnya ternyata tak hanya
manis, dia juga pintar, baik dan taat beragama. Sialnya banyak teman-teman ku
yang mengincarnya juga. Dan aku akhirnya berhenti mengharapkannya.
Sisa
semester genap kuhabiskan dengan teman-teman pria ku, dengan kegiatan positif
yang mengalihkan aku dari status jomblo ku.
tak
terasa ini tahun terakhir ku di SMA, tak tagi ku pedulikan status ku atau
keinginan ku bagaimana rasanya mempunyai seorang pacar, aku mulai focus pada
UN. Satu hal yang selalu ku syukuri adalah Tya dan aku masih berteman baik.
Bahkan kami menamakan hubungan kami adalah sahabat. Dia selalu ada ketika ku
butuh teman atau sekedar teman curhat.
Dengan
keseriusan ku, PMDK yang ku ajukan ke Universitas Negri di Bogor di terima. Dan
ketika tahun pertama ku menjadi mahasiswa aku begitu sibuk dan kaget dengan
lingkungan kehidupan ku yang ngekost.
Kujalani
masa kuliah ku dengan serius. Masalah ku mulai timbul lagi ketika menginjak
semester tiga. Muncul lagi kegalauan. Dan sekarang sepertinya lebih parah.
Bukan saja aku ingin berpacaran, sekarang aku ingin menikah. Ah.. namun dengan
siapa? Sudah dua kali aku jatuh cinta dengan teman sekelas ku. Sungguh nasib,
mereka hanya menganggap ku teman. Sialnya ketika ternyata ada satu gadis yang
menaruh hatinya pada ku, itu kutepiskan begitu saja. Haaahh.. ada apa dengan
diri ku.
Seharusnya
aku bersyukur, tapi tanpa kusadari, aku masih berharap pada satu gadis, cinta
pertama ku di SMP. Bahkan sampai saat
ini, saat kami sama memasuki semester lima, kami masih berhubungan baik.
Kami sering bertemu hanya untuk sekedar nonton, makan dan bercerita. Padahal
dia di Jakarta dan aku di Bogor. mungkin hatiku tertutup untuk gadis lain
karena dia.
Waktu
berlalu dan Tya meyakinkan aku bahwa Allah menjanjikan umat-Nya berpasang
pasangan. Aku percaya. Darinya aku tahu indahnya pacaran setelah menikah. Dan
aku sudah bertekad untuk tak lagi mempermasahkan pacaran. Akan ku buktikan pada
Tya bahwa aku bisa lebih baik darinya. Belajar, bekerja dan mencari istri.
Hehe…
Tentunya
dengan criteria yang ku inginkan. Yaitu yang agamanya bagus, dan pas di hati.
Semoga kutemukan dia yang juga sedang menunggu ku.
07.35.
Terlambat
satu menit saja, aku harus sabar menunggu kereta selanjutnya berangkat membawa
ku ke rumah ayah ibu ku. Yang membawa ku pada gadis itu. Gadis yang selalu ada
untuk ku, menemaniku, menasihatiku, memarahi ku jika aku khilaf. Gadis yang
juga sahabat ku. Aku percaya takdir. Dan kubiarkan Allah SWT tentukan takdir
ku. Sekarang, akan ku jaga semua yang sudah ku miliki. Keluarga, sahabat,
teman. Dan kepulangan ku pecan ini dari Bogor adalah bukan hanya untuk bertemu
dengan keluarga, tapi juga bertemu dengan sahabat ku, dengan satu janji untuk
bertemu. Dengan satu doa yang selalu kupanjatkan pada-Nya. Agar Dia menjaga
kisah persahabatan ku dengannya. Dengan gadis yang telah ku kenal sejak kelas
dua SMP itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar