Laman

Minggu, 20 Januari 2013

Akhir Dari Sebuah Harapan.... (1)

(sebuah cerpen yang ditulis saat kelas XII IPA 2 tahun pembelajaran 2008/2009)


                Hari semakin panas ketika Rasya, siswi kelas dua belas sebuah SMU ternama menunggu bel berbunyi yang tak kunjung terdengar di telingga. Otaknya sudah tidak dapat berkonsentrasi lagi mendengar penjelasan guru di depan kelas. Rasya sudah tidak sabar ingin keluar kelas, pergi ke kantin atau hanya sekedar mencari udara segar untuk merilekskan otaknya yang sudah penat. Sambil menunggu bel istirahat, Rasya membuat sketsa sebatang pohon besar yang rindang yang dikelilingi oleh hamparan luas bunga tulip berwarna-warni.

Dalam imajinasinya, Rasya duduk di bawah rindangnya pepohonan bersama Kahfi berdampingan memandang hamparan padang bunga tulip. Saling bercerita dan bercanda, membuat mimpi- mimpi dan harapan di masa depan. Sayup-sayup terdengar seseorang memanggilnya, memanggil namanya berulang-ulang yang semakin lama terdengar semakin keras. Lalu suara itu berganti dengan suara segerombol anak tertawa terbahak-bahak. Rasya tersentak kaget, kembali ke dalam kesadarannya, ke dalam kelasnya yang gaduh, semua teman mentertawakannya. Rasya bingung tentang apa yang mereka tertawakan. Rasya menoleh ketika satu tangan menepuk pundaknya. Belum sempat Rasya bertanya kepada Sheyla teman sebangkunya tentang apa yang telah terjadi, ketika Pak Teddy, guru matematika memanggilnya dengan marah.
“Arasya Syahrani!” panggil beliau.
Jelas sekali kalau Pak Teddy sedang marah, wajahnya yang tirus semakin tirus ketika otot-otot di wajahnya menegang. Dan warna muka merah yang hampir menyerupai tomat. Jika sudah seperti itu semua siswa di kelas tidak ada yang berani bersuara sedikitpun. Begitu pula dengan Rasya, dia hanya terduduk dengan tegang.
“sedang apa kamu dari tadi? Bapak sampai capek manggil-manggil kamu. Apa yang kamu lakukan?.” Tanya pak Teddy masih dengan nada marah.
“membuat sketsa pak.” Jawab Rasya dengan polos.
Terdengar cekikikan di sudut kelas. Pak Teddy seperti hendak berbicara lagi ketika bel berbunyi.
“pelajaran hari ini cukup sampai di sini, dan untuk kamu Rasya, jika kamu masih membuat sketsa di pelajaran bapak sampai tidak memperhatikan pelajaran lagi, sebaiknya kamu di luar saja.” Kata pak Teddy dengan nada normal.
                Segera setelah pak Teddy keluar kelas, Rasya pun ikut keluar kelas bersama Sheyla menuju kantin. Sesampainya di kantin, Rasya melihat Kahfi di kejauhan bersama dengan seorang temannya yang bernama Reva. Melihat Reva, tiba-tiba Rasya ingat hari itu, hari dimana Reva mengutarakan isi hatinya kepada Rasya. Namun Rasya harus membuatnya kecewa karena tidak bisa menerimannya. Rasya kaget waktu itu, dan Rasya sedih, kenapa harus Reva? Bukan Kahfi, cowok yang sudah membuatnya jatuh hati karena kesederhanaannya dan kejernihan pikirannya. Dan.... kenapa mereka harus berteman dekat?. Rasya ingin sekali menghampiri Kahfi, mengobrol dan bercanda dengannya. Namun yang bisa Rasya lakukan hanya diam memandangnya seperti saat ini.
“ udah lah sya, ngapain kamu berharap sama orang yang tidak pernah memberikan harapan, kahfi kan hanya menganggap mu teman.” Kata Sheyla membuyarkan lamunan Rasya.
“bodo.” Jawab Rasya ketus, yang kemudian mendahului Sheyla menuju kelas.
Tidak berapa lama setelah mereka sampai di kelas, bel tanda mulai pelajaran jam berikutnya pun berbunyi.

* * *

Malam hari sebelum Rasya tidur, dia menyetel radio mendengarkan musik disaluran favoritnya. Sialnya musik yang diputar oleh penyiar radio membawa Rasya kembali melamun memikirkan Kahfi. Rasya teringat kembali awal perkenalannya dengan Kahfi.

* * *

saat itu hari pertama untuk siswa-siswi tahun ajaran baru masuk sekolah. Dalam perjalanan ke sekolah barunya Rasya terjebak macet dijalan. Saat itu Rasya kesal setengah mati menunggu giliran angkot yang di naikinya melewati jalan yang sedang diperbaiki. Di depannya duduk seorang cowok manis berseragam putih abu-abu dengan rambut cepak yang acak-acakan memandang keluar dengan ekspresi yang sama kesalnya dengan Rasya.
“pak sampe SMU 113 berapa menit lagi?” Tanya cowok itu tiba-tiba dengan sedikit nada kesal.
“waduh, maaf de’ mungkin kalo kayak gini bisa setengah jam lagi.” Jawab supir angkot dengan nada menyesal.
“yaudah pak saya turun disini aja, takut telat” sambil memberikan ongkos, cowok itu segera berjalan cepat menuju arah yang berlawanan dengan angkot tadi.
Tanpa pikir panjang lagi, Rasya pun ikut turun dan membayar ongkos lalu mengejar cowok itu.
“hey, tunggu! Kamu anak SMU 113 kan? Kenapa berjalan kearah sebaliknya?” kejar Rasya dengan terburu- buru.
Tanpa menghentikan langkahnya cowok itu menjawab, “ lewat sini lebih cepat, motong jalan, jalan angkot itu Cuma muter-muter.”
“oohh..” hanya itu yg bisa Rasya katakan.
Dalam perjalanan menuju sekolah, Rasya terus memperhatikan cowok itu dalam diam, dan bertanya dalam hati, kenapa cowok itu begitu pendiam. Baru saja Rasya beniat menanyakan namanya ketika sebuah sepeda motor melaju cepat melewati mereka dan menabrak seorang ibu di tikungan jalan.
Cowok itu langsung berlari kearah kejadian begitu pun dengan Rasya, namun sayang, sang pengendara motor langsung kabur begitu saja, meninggalkan sang ibu yang terluka.
“ibu apanya yang luka?” Tanya cowok itu dengan khawatir.
“sepertinya Cuma keseleo aja kok.” Jawab si ibu dengan menahan sakit.
“ibu aku antar yah pulang yah, rumahnya dimana?” Tanya cowok itu.
Dan tiba-tiba cowok itu berbalik kearah Rasya dan bicara,
“kamu siswi SMU 113 kan? Jalan terus aja, terus belok kanan, nanti keliatan gerbangnya, sana cepat, 3 menit lagi bel.”
“aku ingin membantu” ujar Rasya sambil mengambil belanjaan si ibu.
“tidak usah, pergi sana, nanti terlambat, bukankah sekolah kita terkenal dengan kedisiplinannya?” ucap cowok itu dengan sedikit memerintah.
Baru saja Rasya ingin menyahut, sayup – sayup dia mendengar bel sekolah barunya berbunyi.
“pergi!” perintah cowok itu dengan kasar.
Kesal sekali hati Rasya. Walaupun dia baik ternyata kata-katanya kasar. Dengan sebal Rasya berlari menuju sekolahnya.
“aku kahfi” teriak cowok itu.
Namun Rasya tak menghiraukannya, ia terus saja berlari. Untunglah pintu gerbang belum ditutup ketika Rasya tiba.
Upacara penerimaan siswa baru seleai. Pembawa acara upacara pun mempersilahkan semua murid memasuki ruang kelas masing-masing. Begitupun dengan Rasya yang bertemu dengan Sheyla sebagai teman duduknya dan langsung akrab sampai mereka kelas duabelas. Setelah dua jam pelajaran berlangsung, masuklah seorang cowok. Ternyata kahfi. ternyata Rasya sekelas dengan Kafhi, dan ternyata Kahfi harus dihukum karena terlambat. Begitu melihat Rasya, Kahfi tersenyum bersahabat. Rasya pun membalas ssenyumnya.
“maaf tadi aku kasar, aku Cuma ga mau kamu telat, hukuman disini lumayan berat.”
Kata Kafhi menjelaskan sikap kasarnya tadi pagi.
Rasya hanya tersenyum. Sejak saat itu mereka dekat, berdiskusi tentang pelajaran yang sulit, atau apa saja. hobbi yang sama, membuat mereka sering terlihat bersama. Tanpa sadar tumbuh sesuatu hal lain di hati Rasya. Perasaan yang tumbuh karena ketulusan dan kesederhanaan Kahfi. Dan semua baik-baik saja ketika kelas sebelas mereka terpisah di dua kelas yang berbeda. Mulai saat itu Rasya merasa Kahfi mulai menjaga jarak dengannya, apalagi setelah Kahfi dekat dengan Reva. Dan juga setelah Reva mengutarakan perasaannya terhadap Rasya, Rasya merasa diabaikan, seolah Rasya tidak ada. Dan itu membuat Rasya sakit.

* * *

Tiga lagu telah selesai diputar ketika Rasya kembali ke masa kini. Memikirkan perasaannya kepada Kahfi. sampai kapan Rasya harus memendamnya sendiri. Yang Rasya ingin adalah Kahfi tahu apa yang dia rasakan. Agar hatinya sedikit lega. sempat Rasya ingin mengubur perasaanya dalam-dalam, namun sikap Kahfi yang akhir-akhir ini menganggap Rasya ada kembali menyemaikan rasa di hati Rasya. Perhatian Kahfi ketika Reva tidak bersamannya, sms-sms yang menanyakan keadaan Rasya, itu semakin membuat Rasya bingung harus berbuat apa. Rasya takut mengartikannya. Tetapi hati tak bisa dibohongi, hatinya kembali berharap. Tiba-tiba Rasya teringat percakapannya dengan Sheyla kemarin.
“sya, ga usah terlalu berharap, kalau seandainya Kahfi pun merasakan hal yang sama seperti yang kamu rasakan, apa dia akan bilang ke kamu? Nggak sya” Sheyla mengatakannya hati-hati takut Rasya tersinggung.
“aku Cuma mau tau apa dia pun merasakan hal yang sama?” jawab Rasya waktu itu.
“Kafhi sama Reva teman dekat, Reva pasti hancur kalau ternyta yang kamu suka itu Kahfi, sahabatnya. Kenapa kamu nggak suka Reva aja yang udah jelas ngungkapin perasaannya?” Tanya Sheyla.
Raysa hanya diam waktu itu. Rasya tidak ingin menjawab pertanyaan Sheyla. Sheyla benar, mungkin Reva akan sedih, tapi rasa sayang kan tidak bisa dipaksakan. Dia datang tanpa permisi, dan ketika rasa sayang itu datang untuk Kahfi, Rasya tak mampu menolaknya.
Setetes air bening turun ke pipi halus Rasya, seperti gerimis yang tiba-tiba turun dan membasahi jendela kamar Rasya. Seolah ikut merasakan kesedihan Rasya. Rasya menarik selimutnya hingga menutupi wajahnya. Dibawah gelapnya selimut, Rasya berbicara pelan.
“kenapa aku begitu menyayangi mu? Kenapa begitu besar keinginan ku untuk dekat dengan mu, kenapa kalian berteman, kenapa Reva yang mengatakannya?” ucap Rasya sambil sedikit tercekat.
Lama Rasya diam tenggelam dalam perasaannya itu. Lalu Rasya menghela napas panjang. Mencoba menetralisir perasaannya agar tidak menangis.
Malam semakin larut ketika Rasya berdoa. Berdoa untuk kehidupannya, untuk masa depannya, untuk keluarganya dan untuk Kahfi. khusus untuk Kahfi, Rasya bersyukur masih bisa melihatnya di sekolah, Rasya senang melihatnya tersenyum. Rasya bahagia melihat Kahfi tertawa. Dalam doanya Rasya berharap mengetahui akhir dari rasa yang selama ini memenuhi hatinya. Rindu yang tekadang menyesakkan dadanya, membuat paru-parunya susah untuk bernapas. Seperti mala mini, rindu itu kembali hadir dan membawanya kembali memikirkan Kahfi. Detik detik berlalu gerimis di luar perlahan menjadi hujan. Di bawah selimut tebalnya, Rasya terbenam rindu yang membawanya kepada mimpi indah, bertemu Kahfi di padang bunga tulip, bercanda dan tertawa sambil memandang takjub ciptaanNya,  seperti yang ada dalam sketsanya tadi pagi. Berharap esok Rasya kan temukan jawaban atas pertanyaan yang dia simpan sendiri dalam hati.... (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar