Hari semakin panas ketika Rasya,
siswi kelas dua belas sebuah SMU ternama menunggu bel berbunyi yang tak kunjung
terdengar di telingga. Otaknya sudah tidak dapat berkonsentrasi lagi mendengar
penjelasan guru di depan kelas. Rasya sudah tidak sabar ingin keluar kelas,
pergi ke kantin atau hanya sekedar mencari udara segar untuk merilekskan
otaknya yang sudah penat. Sambil menunggu bel istirahat, Rasya membuat sketsa
sebatang pohon besar yang rindang yang dikelilingi oleh hamparan luas bunga
tulip berwarna-warni.
Dalam imajinasinya, Rasya duduk di bawah rindangnya pepohonan bersama
Kahfi berdampingan memandang hamparan padang bunga tulip. Saling bercerita dan
bercanda, membuat mimpi- mimpi dan harapan di masa depan. Sayup-sayup terdengar
seseorang memanggilnya, memanggil namanya berulang-ulang yang semakin lama
terdengar semakin keras. Lalu suara itu berganti dengan suara segerombol anak
tertawa terbahak-bahak. Rasya tersentak kaget, kembali ke dalam kesadarannya,
ke dalam kelasnya yang gaduh, semua teman mentertawakannya. Rasya bingung
tentang apa yang mereka tertawakan. Rasya menoleh ketika satu tangan menepuk
pundaknya. Belum sempat Rasya bertanya kepada Sheyla teman sebangkunya tentang
apa yang telah terjadi, ketika Pak Teddy, guru matematika memanggilnya dengan
marah.
“Arasya Syahrani!” panggil beliau.
Jelas sekali kalau Pak Teddy sedang marah, wajahnya yang tirus semakin
tirus ketika otot-otot di wajahnya menegang. Dan warna muka merah yang hampir
menyerupai tomat. Jika sudah seperti itu semua siswa di kelas tidak ada yang
berani bersuara sedikitpun. Begitu pula dengan Rasya, dia hanya terduduk dengan
tegang.
“sedang apa kamu dari tadi? Bapak sampai capek manggil-manggil kamu. Apa
yang kamu lakukan?.” Tanya pak Teddy masih dengan nada marah.
“membuat sketsa pak.” Jawab Rasya dengan polos.
Terdengar cekikikan
di sudut kelas. Pak Teddy seperti hendak berbicara lagi ketika bel berbunyi.
“pelajaran hari ini cukup sampai di sini, dan untuk kamu Rasya, jika kamu
masih membuat sketsa di pelajaran bapak sampai tidak memperhatikan pelajaran
lagi, sebaiknya kamu di luar saja.” Kata pak Teddy dengan nada normal.
Segera setelah pak Teddy keluar
kelas, Rasya pun ikut keluar kelas bersama Sheyla menuju kantin. Sesampainya di
kantin, Rasya melihat Kahfi di kejauhan bersama dengan seorang temannya yang
bernama Reva. Melihat Reva, tiba-tiba Rasya ingat hari itu, hari dimana Reva
mengutarakan isi hatinya kepada Rasya. Namun Rasya harus membuatnya kecewa
karena tidak bisa menerimannya. Rasya kaget waktu itu, dan Rasya sedih, kenapa
harus Reva? Bukan Kahfi, cowok yang sudah membuatnya jatuh hati karena
kesederhanaannya dan kejernihan pikirannya. Dan.... kenapa mereka harus
berteman dekat?. Rasya ingin sekali menghampiri Kahfi, mengobrol dan bercanda
dengannya. Namun yang bisa Rasya lakukan hanya diam memandangnya seperti saat
ini.
“ udah lah sya, ngapain kamu berharap sama orang yang tidak pernah
memberikan harapan, kahfi kan hanya menganggap mu teman.” Kata Sheyla
membuyarkan lamunan Rasya.
“bodo.” Jawab Rasya ketus, yang kemudian mendahului Sheyla menuju kelas.
Tidak berapa
lama setelah mereka sampai di kelas, bel tanda mulai pelajaran jam berikutnya
pun berbunyi.
* * *
Malam hari sebelum
Rasya tidur, dia menyetel radio mendengarkan musik disaluran favoritnya.
Sialnya musik yang diputar oleh penyiar radio membawa Rasya kembali melamun
memikirkan Kahfi. Rasya teringat kembali awal perkenalannya dengan Kahfi.
* * *
saat itu hari pertama
untuk siswa-siswi tahun ajaran baru masuk sekolah. Dalam perjalanan ke sekolah
barunya Rasya terjebak macet dijalan. Saat itu Rasya kesal setengah mati
menunggu giliran angkot yang di naikinya melewati jalan yang sedang diperbaiki.
Di depannya duduk seorang cowok manis berseragam putih abu-abu dengan rambut
cepak yang acak-acakan memandang keluar dengan ekspresi yang sama kesalnya
dengan Rasya.
“pak
sampe SMU 113 berapa menit lagi?” Tanya cowok itu tiba-tiba dengan sedikit nada
kesal.
“waduh,
maaf de’ mungkin kalo kayak gini bisa setengah jam lagi.” Jawab supir angkot
dengan nada menyesal.
“yaudah pak saya turun
disini aja, takut telat” sambil memberikan ongkos, cowok itu segera berjalan
cepat menuju arah yang berlawanan dengan angkot tadi.
Tanpa pikir panjang lagi, Rasya pun ikut
turun dan membayar ongkos lalu mengejar cowok itu.
“hey,
tunggu! Kamu anak SMU 113 kan? Kenapa berjalan kearah sebaliknya?” kejar Rasya
dengan terburu- buru.
Tanpa
menghentikan langkahnya cowok itu menjawab, “ lewat sini lebih cepat, motong
jalan, jalan angkot itu Cuma muter-muter.”
“oohh..” hanya itu yg
bisa Rasya katakan.
Dalam perjalanan menuju
sekolah, Rasya terus memperhatikan cowok itu dalam diam, dan bertanya dalam
hati, kenapa cowok itu begitu pendiam. Baru saja Rasya beniat menanyakan
namanya ketika sebuah sepeda motor melaju cepat melewati mereka dan menabrak
seorang ibu di tikungan jalan.
Cowok itu langsung berlari kearah kejadian
begitu pun dengan Rasya, namun sayang, sang pengendara motor langsung kabur
begitu saja, meninggalkan sang ibu yang terluka.
“ibu apanya yang luka?”
Tanya cowok itu dengan khawatir.
“sepertinya Cuma
keseleo aja kok.” Jawab si ibu dengan menahan sakit.
“ibu aku antar yah
pulang yah, rumahnya dimana?” Tanya cowok itu.
Dan tiba-tiba
cowok itu berbalik kearah Rasya dan bicara,
“kamu siswi SMU 113 kan? Jalan terus aja, terus belok kanan, nanti
keliatan gerbangnya, sana cepat, 3 menit lagi bel.”
“aku ingin membantu”
ujar Rasya sambil mengambil belanjaan si ibu.
“tidak
usah, pergi sana, nanti terlambat, bukankah sekolah kita terkenal dengan
kedisiplinannya?” ucap cowok itu dengan sedikit memerintah.
Baru saja Rasya ingin menyahut, sayup –
sayup dia mendengar bel sekolah barunya berbunyi.
“pergi!” perintah cowok
itu dengan kasar.
Kesal sekali hati Rasya. Walaupun dia baik
ternyata kata-katanya kasar. Dengan sebal Rasya berlari menuju sekolahnya.
“aku kahfi” teriak
cowok itu.
Namun Rasya tak menghiraukannya, ia terus
saja berlari. Untunglah pintu gerbang belum ditutup ketika Rasya tiba.
Upacara penerimaan
siswa baru seleai. Pembawa acara upacara pun mempersilahkan semua murid
memasuki ruang kelas masing-masing. Begitupun dengan Rasya yang bertemu dengan
Sheyla sebagai teman duduknya dan langsung akrab sampai mereka kelas duabelas.
Setelah dua jam pelajaran berlangsung, masuklah seorang cowok. Ternyata kahfi.
ternyata Rasya sekelas dengan Kafhi, dan ternyata Kahfi harus dihukum karena
terlambat. Begitu melihat Rasya, Kahfi tersenyum bersahabat. Rasya pun membalas
ssenyumnya.
“maaf
tadi aku kasar, aku Cuma ga mau kamu telat, hukuman disini lumayan berat.”
Kata Kafhi menjelaskan sikap kasarnya tadi
pagi.
Rasya hanya tersenyum.
Sejak saat itu mereka dekat, berdiskusi tentang pelajaran yang sulit, atau apa
saja. hobbi yang sama, membuat mereka sering terlihat bersama. Tanpa sadar
tumbuh sesuatu hal lain di hati Rasya. Perasaan yang tumbuh karena ketulusan
dan kesederhanaan Kahfi. Dan semua baik-baik saja ketika kelas sebelas mereka
terpisah di dua kelas yang berbeda. Mulai saat itu Rasya merasa Kahfi mulai
menjaga jarak dengannya, apalagi setelah Kahfi dekat dengan Reva. Dan juga
setelah Reva mengutarakan perasaannya terhadap Rasya, Rasya merasa diabaikan,
seolah Rasya tidak ada. Dan itu membuat Rasya sakit.
* * *
Tiga lagu telah selesai
diputar ketika Rasya kembali ke masa kini. Memikirkan perasaannya kepada Kahfi.
sampai kapan Rasya harus memendamnya sendiri. Yang Rasya ingin adalah Kahfi
tahu apa yang dia rasakan. Agar hatinya sedikit lega. sempat Rasya ingin
mengubur perasaanya dalam-dalam, namun sikap Kahfi yang akhir-akhir ini
menganggap Rasya ada kembali menyemaikan rasa di hati Rasya. Perhatian Kahfi
ketika Reva tidak bersamannya, sms-sms yang menanyakan keadaan Rasya, itu
semakin membuat Rasya bingung harus berbuat apa. Rasya takut mengartikannya.
Tetapi hati tak bisa dibohongi, hatinya kembali berharap. Tiba-tiba Rasya
teringat percakapannya dengan Sheyla kemarin.
“sya,
ga usah terlalu berharap, kalau seandainya Kahfi pun merasakan hal yang sama seperti
yang kamu rasakan, apa dia akan bilang ke kamu? Nggak sya” Sheyla mengatakannya
hati-hati takut Rasya tersinggung.
“aku
Cuma mau tau apa dia pun merasakan hal yang sama?” jawab Rasya waktu itu.
“Kafhi
sama Reva teman dekat, Reva pasti hancur kalau ternyta yang kamu suka itu Kahfi,
sahabatnya. Kenapa kamu nggak suka Reva aja yang udah jelas ngungkapin
perasaannya?” Tanya Sheyla.
Raysa hanya diam waktu itu. Rasya tidak
ingin menjawab pertanyaan Sheyla. Sheyla benar, mungkin Reva akan sedih, tapi
rasa sayang kan tidak bisa dipaksakan. Dia datang tanpa permisi, dan ketika
rasa sayang itu datang untuk Kahfi, Rasya tak mampu menolaknya.
Setetes air bening
turun ke pipi halus Rasya, seperti gerimis yang tiba-tiba turun dan membasahi
jendela kamar Rasya. Seolah ikut merasakan kesedihan Rasya. Rasya menarik
selimutnya hingga menutupi wajahnya. Dibawah gelapnya selimut, Rasya berbicara
pelan.
“kenapa
aku begitu menyayangi mu? Kenapa begitu besar keinginan ku untuk dekat dengan
mu, kenapa kalian berteman, kenapa Reva yang mengatakannya?” ucap Rasya sambil
sedikit tercekat.
Lama Rasya diam tenggelam dalam
perasaannya itu. Lalu Rasya menghela napas panjang. Mencoba menetralisir
perasaannya agar tidak menangis.
Malam semakin larut
ketika Rasya berdoa. Berdoa untuk kehidupannya, untuk masa depannya, untuk keluarganya
dan untuk Kahfi. khusus untuk Kahfi, Rasya bersyukur masih bisa melihatnya di
sekolah, Rasya senang melihatnya tersenyum. Rasya bahagia melihat Kahfi
tertawa. Dalam doanya Rasya berharap mengetahui akhir dari rasa yang selama ini
memenuhi hatinya. Rindu yang tekadang menyesakkan dadanya, membuat paru-parunya
susah untuk bernapas. Seperti mala mini, rindu itu kembali hadir dan membawanya
kembali memikirkan Kahfi. Detik detik berlalu gerimis di luar perlahan menjadi
hujan. Di bawah selimut tebalnya, Rasya terbenam rindu yang membawanya kepada
mimpi indah, bertemu Kahfi di padang bunga tulip, bercanda dan tertawa sambil
memandang takjub ciptaanNya, seperti
yang ada dalam sketsanya tadi pagi. Berharap esok Rasya kan temukan jawaban
atas pertanyaan yang dia simpan sendiri dalam hati.... (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar